Friday, September 11, 2015

Ada Asa Di Pelupuk Lara

Kamis malam di bulan September, aku lupa pastinya pukul berapa. Tanggal 10 tepat satu hari setelah aku kembali lagi ke titik terendah dalam hidup. Aku berjumpa dengan seorang anak laki-laki yang sepertinya masih duduk di bangku entah sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Berbalut sandal jepit kakinya mahir memipihkan kardus agar muat masuk ke dalam karung yang ia bawa. Sempat aku amati beberapa detik, tapi akhirnya aku mengingatnya. Dia anak lelaki yang aku temui saat bulan puasa lalu di depan rumah kost ku. Masih dengan penampilan yang sama, berbalut kaos dan sandal jepit, gigih mencari botol minuman bekas, kardus, dan bahan-bahan lain yang bisa didaur ulang.



Biar aku ceritakan sedikit pengalamanku bertemu dengan anak laki-laki itu.

Bulan puasa lalu, aku sudah bersiap pulang ke rumah orang tuaku di daerah Depok. Sambil menunggu angkot diseberang rumah kostku, aku sibuk dengan ponsel yang digenggam sedari tadi, balas chat bbm dan line untuk menyibukan diri. Detik berlalu dan mataku kembali menatap jalan raya yang lengang hari itu. Tidak sengaja, entah apa maksudnya, mataku tertuju pada sosok laki-laki kecil yang sedang membuang air dalam botol minuman elektrolit tepat di depan tong sampah rumah kostku. Siang menjelang sore, saat kebanyakan orang mulai mengeluh lapar karena puasa, aku disuguhkan pemandangan luar biasa itu. Bagiku itu luar biasa, melihat anak kecil yang mencari barang-barang bekas di tong sampah, mencari barang-barang yang terbuang dan tidak dianggap penting oleh pemilik sebelumnya, mencari barang-barang yang tidak bernilai untuk yang membuangnya tapi bisa bernilai untuk anak lelaki itu.
"Dek! Sini sini!" Aku memanggilnya dari seberang jalan. Dia menatapku, melupakan karung dan beberapa kardus yang ia bawa dan kemudian berhati-hati menyebrang.
"Kenapa ka?" tanyanya polos.
"Puasa ga?"
"Iya ka puasa" jawabnya sambil menganggukan kepala.
Tepat sekali. Allah selalu tahu kapan hambanya harus berbagi, kapan hambanya harus saling menyayangi dan mengasihi, mengingatkan hambanya yang sudah lengah untuk bersyukur. Sambil tersenyum aku berikan beberapa yang masih kumiliki sebagai hadiah puasanya hari ini. Aku titipkan satu pesan untuknya "Semangat puasanya, belajar yang rajin yaaa"

Peristiwa di bulan puasa itu sempat kembali ke dalam ingatanku. Anak kecil yang lupa aku tanyai namanya, pada kamis malam kemarin masih terlihat sehat, bergairah mengumpulkan barang-barang bekas. Membangkitkan semangatku lagi yang sehari sebelumnya menurun drastis. Aku bosan dengan rutinitasku, kuliah, tugas, kuliah, tugas. Otak sudah mulai panas dijejali tugas dan paper, dalam hati sempat berkata "Ya Allah mau balik ke reguler aja". Tapi sungguh baru kusadari betapa kufurnya aku pada nikmatMu...

Yang ingin aku bagi kepada kalian bukan tentang berbagi kasih dengan sedekah. Sungguh bukan, teman. Sedekah memang penting, namun ada hal yang lebih penting dari itu yang bisa aku bagikan kepada kalian.

Semua tugas dan rutinitas melelahkan yang aku jalani, dan mungkin teman-teman lain yang juga duduk di bangku kuliah. Tujuan kita menuntut ilmu bukan semata-mata menjadi orang sukses yang kaya raya. Mungkin ini naif, tapi begitulah pemikiranku, teman. Dibalik kesuksesan kalian kelak, kalian harus bisa menjadi jembatan mimpi untuk sebagian orang. Kalaupun tugas kuliah kalian berat, pahamilah Allah menginginkan kalian bukan hanya untuk menjadi manusia kaya harta di dunia, tetapi untuk menjadi jembatan para pemimpi yang untuk bermimpi saja sulit.

Sukseskanlah diri kalian, agar kelak bangsa Indonesia juga sukses. Targetkanlah mimpimu untuk hal-hal yang masif. Apalah artinya ilmu bila tidak bermanfaat, apalah artinya uang bila tidak disedekahkan, apalah artinya hidup bila yang lain tidak "hidup".

Jadilah manusia yang memanusiakan manusia. Jujur saja, pertemuan kedua kali dengan anak kecil itu membuat hatiku bermimpi satu mimpi baru lagi. Tujuanku pun berubah, yang semula bermimpi untuk sukses karena orang tua dan keluarga, kali ini harus lebih luas dan lebih hebat. Aku harus sukses, kamu, dia, kalian juga harus sukses. Kita harus sukses agar anak-anak kecil yang malamnya masih berpeluh membantu orang tua di jalan, yang siangnya tak dihabiskan untuk bermain, yang bergulat dengan hiruk-pikuk kota bisa merasakan rasanya jadi orang paling bahagia karena meraih mimpi-mimpinya. Sukseslah kawan, agar nanti kalian bisa menjadi jembatan bagi mereka untuk meraih mimpi-mimpi mereka. Bismillahirahmanirahim...

0 komentar:

Post a Comment