Friday, May 23, 2014

Tak Menemukan Garis Finish

"Ayo terus, lari terus, kejar terus!"
"Ayo tinggal sedikit lagi!"
"Jangan nyerah!"
"Kamu bisa!"

Kalimat-kalimat penyemangat seperti tadi udah sering aku denger, udah sering disebut-sebut, bahkan udah jadi kalimat penyemangat yang diteriakin sama diri sendiri. Kenapa bisa nyemangatin diri sendiri? Iya, karena kadang kala hati tak mau berbagi rasa dengan yang lain, biar diri sendiri yang merasakan sakitnya, lelahnya, letihnya, jangan orang lain, karena yang lain udah sibuk sama masalah masing-masing, apa tega minta mereka untuk nyemangatin kita? Enggak.



Waktu pertama memutuskan untuk melangkah, bukan, tapi berlari, melewati garis start, waktu pertama semangat memuncak ketika kaki ini sudah benar-benar melangkah cepat melewati start, disitulah momen paling bahagia. Momen dimana aku bisa lepas, momen dimana aku memiliki semangat beribu kali lipat untuk mencapai garis finish yang aku sadar ada beberapa kilometer di depan sana.

Aku berada dalam pelarian sendiri, bukan jogging tapi, ini seperti marathon yang dilakukan dengan cara sprint, tapi ingat aku berlari seorang diri, tidak dengan yang lain, sendiri. Semangatnya masih menggebu di kilometer pertama, terus menggebu-gebu sampai kilometer berikutnya.

Hei, aku masih bersemangat, tapi ini entah sudah kilometer berapa, pada kilometer pertama aku masih dapat melihat garis finishku sendiri, itu berada disana, di depan. Meski jauh, tapi aku yakin itu garis finishku.

Dalam pelarian sendiri ini, yang ingin aku temukan adalah garis finishnya, titik dimana aku bisa menghentikan lelah, titik dimana aku bisa benar-benar berhenti berlari, titik dimana diujung sana aku pulang bersama mimpi yang terwujud.

Tapi, semua sirna... karena aku sadar garis finish yang aku kejar ini hanya sebuah fenomena fatamorgana. Garis finishnya semu, atau mungkinkah sebenarnya garis finish itu nyata? Hanya saja dia menghilang tak menginginkanku untuk berlari mencapainya.

0 komentar:

Post a Comment