Matahari siang ini begitu terik, peluh menetes membasahi pelipis seorang wanita berambut keriting yang bernama Olivia Dameria. Ia tampak letih meladeni teriknya cuaca siang yang memaksa sistem ekskresinya untuk bekerja lebih keras lagi.
"Ya ampun, mana sih angkotnya." Pekik Olive yang mulai lelah menunggu angkutan umum yang menyita 15 menit keefektifan waktunya. Kali ini merupakan kali kelima Olive mengintip jam tangan berwarna merah yang melingkari pergelangan tangan sebelah kirinya.
"Ya ampun, mana sih angkotnya." Pekik Olive yang mulai lelah menunggu angkutan umum yang menyita 15 menit keefektifan waktunya. Kali ini merupakan kali kelima Olive mengintip jam tangan berwarna merah yang melingkari pergelangan tangan sebelah kirinya.
Dari kejauhan terlihat seorang pengendara motor menghampiri Olive yang sedang berdiri dengan posisi tolak pinggang membelakangi pengendara tersebut.
"Olive! Lo Olive kan? Mau bareng enggak?" Panggil pengendara motor itu.
Tatapan angkuh yang semula dipancarkan Olive tiba-tiba memudar dan berganti dengan tatapan heran dan panik. Seketika, Olive seperti tengah berada dalam teori relativitas waktu yang diaum-aumkan oleh Einstein. Dia hampir merasa sesak, ia merasa tengah berada dalam ratusan kilometer kecepatan cahaya. Olive merasa dirinya tua dalam menikmati waktu yang tiba-tiba melambat ketika orang yang memanggilnya itu dengan perlahan membukan kaca helm.
"Eh, Joe. Enggak usah, makasih, palingan juga sebentar lagi angkotnya lewat." Sahut Olive pada pengendara motor yang ternyata bernama Joe itu.
"Oh, yaudah kalo gitu gue duluan ya." Cetus Joe yang langsung menutup kaca helm dan kemudian melaju meninggalkan Olive. Olive mendadak tertegun melihat Joe yang sama sekali tidak menyadari kebasa-basiannya. Olive mendecakkan lidah ketika melihat bayangan Joe yang mulai hilang seakan tertelan ujung jalan.
Sudah dua tahun terakhir Olivia mengenal Joe, dan sudah dua tahun pula ia larut dalam embun cinta yang menyelimuti hatinya. Dalam diam sebenarnya Olivia menanti Joe untuk sedikit menengok perasaan terdalamnya, perasaan yang sebenarnya ingin ia tunjukan, perasaan yang membuatnya bertahan dalam sebuah...penantian.
Mungkin bagi sebagian orang menanti merupakan hal yang membosankan, tapi tidak untuk Olivia. Baginya, menanti merupakan salah satu bagian dari usaha untuk mengerti apa itu cinta, untuk mengerti mengapa cinta hadir menyelimuti hatinya yang mulai sesak ditempati berbagai macam hal tentang Joe, dan untuk mengerti mengapa cinta seolah-olah mematahkan teori grafitasi Isaac Newton, karena setiap saat dimana ia mengingat Joe, tubuhnya seolah-olah melayang membawa raga asmaranya ke dalam segelintir imajinasi indah tentang Joe.
"Olive! Lo Olive kan? Mau bareng enggak?" Panggil pengendara motor itu.
Tatapan angkuh yang semula dipancarkan Olive tiba-tiba memudar dan berganti dengan tatapan heran dan panik. Seketika, Olive seperti tengah berada dalam teori relativitas waktu yang diaum-aumkan oleh Einstein. Dia hampir merasa sesak, ia merasa tengah berada dalam ratusan kilometer kecepatan cahaya. Olive merasa dirinya tua dalam menikmati waktu yang tiba-tiba melambat ketika orang yang memanggilnya itu dengan perlahan membukan kaca helm.
"Eh, Joe. Enggak usah, makasih, palingan juga sebentar lagi angkotnya lewat." Sahut Olive pada pengendara motor yang ternyata bernama Joe itu.
"Oh, yaudah kalo gitu gue duluan ya." Cetus Joe yang langsung menutup kaca helm dan kemudian melaju meninggalkan Olive. Olive mendadak tertegun melihat Joe yang sama sekali tidak menyadari kebasa-basiannya. Olive mendecakkan lidah ketika melihat bayangan Joe yang mulai hilang seakan tertelan ujung jalan.
Sudah dua tahun terakhir Olivia mengenal Joe, dan sudah dua tahun pula ia larut dalam embun cinta yang menyelimuti hatinya. Dalam diam sebenarnya Olivia menanti Joe untuk sedikit menengok perasaan terdalamnya, perasaan yang sebenarnya ingin ia tunjukan, perasaan yang membuatnya bertahan dalam sebuah...penantian.
Mungkin bagi sebagian orang menanti merupakan hal yang membosankan, tapi tidak untuk Olivia. Baginya, menanti merupakan salah satu bagian dari usaha untuk mengerti apa itu cinta, untuk mengerti mengapa cinta hadir menyelimuti hatinya yang mulai sesak ditempati berbagai macam hal tentang Joe, dan untuk mengerti mengapa cinta seolah-olah mematahkan teori grafitasi Isaac Newton, karena setiap saat dimana ia mengingat Joe, tubuhnya seolah-olah melayang membawa raga asmaranya ke dalam segelintir imajinasi indah tentang Joe.